Selasa, 29 Desember 2015

TERORISME


Tertangkapnya gembong teroris Noordin Muhammad Top di Solo pada tanggal 17 September 2009 setelah didahului baku tembak dengan Detasemen Khusus 88 sedikit meredam rasa waswas bangsa Indonesia dari ancaman terorisme. Pengeboman yang dilakukan di Indonesia yang berawal dari Bom Bali oleh Amrozi dan komplotannya yang selama ini telah menghantui rakyat Indonesia menjadi redam dengan peristiwa penangkapan itu. Kalau pemimpinnya saja sudah mati maka semangat juang para kaki tangannya pun akan terkikis dan serangan terorisme pun akan mengalami stagnasi karena kehilangan komando yang mengatur strategi penyerangan. Begitu kira-kira pandangan sementara masyarakat Indonesia pasca terbunuhnya Noordin yang akan berdampak terhadap redanya ancaman teror yang selama ini menjadi momok bagi bangsa Indonesia. 

Menjadi sebuah pertanyaan besar bagi para kalangan intelek dan bangsa Indonesia pada umumnya mengenai perihal terpilihnya Indonesia sebagai bangsa sasaran teror Mengingat asal dua gembong teroris yaitu Dr. Azahari dan Noordin M Top berasal dari negeri jiran, Malaysia maka kemungkinan besar penyebab terpilihnya Indonesia sebagai sasaran teror adalah letak geografis antara Malaysia dan Indonesia yang berdekatan sehingga memudahkan mereka merasuki Indonesia karena telah mengenal secara mendalam kondisi keamanan dan stabilitas Indonesia. kasus bom Bali 1 dan 2 yang dilakukan oleh Amrozi dan kawan-kawan yang notabene mareka adalah warga negara Indonesia. Masalah terorisme sepertinya akan menjadi sesuatu yang memerlukan penanganan secara kontinualitas karena perkara ini sudah menjadi budaya dan seolah-olah menjadi sesuatu yang biasa. Kejeraan rakyat Indonesia akan terorisme menjadi berkurang dengan adanya estetikasi kekerasan yang banyak ditayangkan di televisi dan situs-situs tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar