Tertangkapnya gembong
teroris Noordin Muhammad Top di Solo pada tanggal 17 September 2009 setelah
didahului baku tembak dengan Detasemen Khusus 88 sedikit meredam rasa waswas
bangsa Indonesia dari ancaman terorisme. Pengeboman yang dilakukan di Indonesia
yang berawal dari Bom Bali oleh Amrozi dan komplotannya yang selama ini telah
menghantui rakyat Indonesia menjadi redam dengan peristiwa penangkapan itu. Kalau
pemimpinnya saja sudah mati maka semangat juang para kaki tangannya pun akan
terkikis dan serangan terorisme pun akan mengalami stagnasi karena kehilangan
komando yang mengatur strategi penyerangan. Begitu kira-kira pandangan
sementara masyarakat Indonesia pasca terbunuhnya Noordin yang akan berdampak
terhadap redanya ancaman teror yang selama ini menjadi momok bagi bangsa
Indonesia.
Menjadi sebuah
pertanyaan besar bagi para kalangan intelek dan bangsa Indonesia pada umumnya
mengenai perihal terpilihnya Indonesia sebagai bangsa sasaran teror Mengingat
asal dua gembong teroris yaitu Dr. Azahari dan Noordin M Top berasal dari
negeri jiran, Malaysia maka kemungkinan besar penyebab terpilihnya Indonesia
sebagai sasaran teror adalah letak geografis antara Malaysia dan Indonesia yang
berdekatan sehingga memudahkan mereka merasuki Indonesia karena telah mengenal
secara mendalam kondisi keamanan dan stabilitas Indonesia. kasus bom
Bali 1 dan 2 yang dilakukan oleh Amrozi dan kawan-kawan yang notabene mareka
adalah warga negara Indonesia. Masalah terorisme
sepertinya akan menjadi sesuatu yang memerlukan penanganan secara kontinualitas
karena perkara ini sudah menjadi budaya dan seolah-olah menjadi sesuatu yang
biasa. Kejeraan rakyat Indonesia akan terorisme menjadi berkurang dengan adanya
estetikasi kekerasan yang banyak ditayangkan di televisi dan situs-situs
tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar